Tulisan ini bagi para kaum birokrat hanyalah tulisan seseorang yang tak berpendidikan. Ya, mungkin aku bisa menerima kritikan mereka karena ini adalah wilayah demokrasi dan masyarakat bebas bicara sesuai pandangan mereka. Jika berbeda pendapatpun silahkan anda mengomentarinya dengan berbagai pandangan anda. Saya hanyalah sebagian dari orang-orang tak berpendidikan tinggi. Saya sama dengan mereka para petani, tukang becak, dan mereka yang tak paham dengan rumitnya birokrasi negeri ini.

Kini George J. Aditjandra sedang menemui masalah ketika, tulisan yang ia bukukan dalam buku yang berjudul “ Membongkar Gurita Cikeas “ mulai dipertanyakan relevansi dan validitas sumber data yang ia dapatkan. Di lain sisi ketika George bertemu Ramadhan Pohan dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi yang di tayangkan TV One ( 29/12 ), mereka berdebat mengenai isi buku tersebut. Saat George bertanya mengenai dana yang diberikan Sampoerna, berkali-kali Ramdahan Pohan mengelak dan mengalihkan permasalahan terhadap masalah aliran dana Bank Century yang menyangkutkan nama Ramadhan Pohan, yang menurutnya dia merasa dicemarkan nama baiknya dalam masalah tersebut. Ramadhan Pohan pun menyebut bahwa George berhalusinasi dalam menulis buku tersebut. Puncaknya tadi pagi (30/12) dalam acara bedah buku Gurita Cikeas. Untuk kesekian kalinya perdebatan yang sama muncul dan menurut George, Ramadhan Pohan bersifat provokatif sehingga ia menyeplakan buku kearah wajah R.Pohan, dan kemudian R.Pohan melaporkannya kepada Kepolisian. R.Pohan pernah bilang jika dulu mereka sama-sama seorang aktifis yang sudah biasa di kejar-kejar aparat dan adu fisik juga sudah biasa. Namun disini saya mencoba menyoroti dari sudut pandang saya. Jika R.Pohan dahulunya adalah seorang aktifis, Mengapa ketika ia mendapat kedudukan di kursi DPR kini ia mencekal aksi seorang aktifis? Apakah memang selalu demikiankah roda politik Indonesia? Setelah 1966 setelah penurunan Presiden Soekarno, para aktifis yang sebelumnya membela rakyat mendadak melupakan apa yang dahulu mereka perjuangkan bersama. Seorang aktifis ’66 Soe Hok Gie sangat kecewa dengan sikap teman-teman seangkatannya yang di era demonstrasi tahun 66 mengritik dan mengutuk para pejabat pemerintah kemudian selepas mereka lulus berpihak
ke sana dan lupa dengan visi dan misi perjuangan angkatan 66.

Bicara tentang Pejabat negara, kini mereka akan diberi mobil mewah Toyota Crown Royal Saloon yang menurut berita yang ada harganya mencapai sekitar 1 milyar. Hasil kerja selama 100 hari belum nampak memuaskan dan malah terlalu banyak masalah yang membelit negeri ini, tetapi malah membeli mobil-mobil mewah untuk para pejabat yang masih belum terlihat jelas kinerjanya.

Masalah Prita vs Omni sudah menemukan titik terang, Prita juga salah satu korban kaum kapitalis. Kritik yang dilakukan Prita terhadap Omni seharusnya bisa diterima dengan baik oleh pihak Omni malah bukan menuntutnya karena merasa dirugikan. Menurut saya, hal ini malah memperjelas kebobrokan yang ditulis Prita memang benar terjadi.

Dan yang terjadi diantara beberapa kasus ialah adanya kepentingan golongan. Dibalik suatu masalah dan kebijakan mesti ada sosok penunggang kepentingan. Kita hanya perlu mengungkapkan masalah yang ada kepada masyarakat dengan apa adanya bukan malah menimbulkan kesan “ada panya?”, sehingga membuat masyarakat bingung dan beakibat pada ketidak pedulian mereka terhadap masalah yang ada pada bangsa mereka.

Satu pertanyaan yang terbersit dibenak saya yaitu, Apakah memang mustahil hidup berbangsa dan bernegara tanpa ditunggangi yang namanya Kepentingan Golongan, Ras dan Agama? Apakah memang tak akan pernah terwujud semboyan “ BHINEKA TUNGGAL IKA”? karena sekarang yang ada hanyalah Bhineka Tunggal (J)ika kita sekepentingan barulah kita satu jua. Apakah itu yang dicita-citakan para pendahulu kita? (dun)