Manusia tak kan pernah bisa hidup sendiri. Layaknya Adam dan Hawa, Langit dan Bumi, Bulan dan bintang, kamu dan aku, kita dan mereka. Manusia juga tak bisa lepas dari ketergantungan akan lingkungan sekitarnya. Misalnya, Air, udara, sinar matahari, dan lain lain.

Bagi masyarakat Hindu Gunung adalah adalah tempat yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya dewa-dewa. Misalnya, di Gunung Semeru adalah tempat dimana Dewa Shiwa bersemayam. Gunung Semeru pun dianggap sebagai tempat penghubung antara khayangan dan Bumi.

Di waktu tertentu, banyak masyarakat Bali datang ke Lumajang, tepatnya ke Pura Mandara Giri Semeru Agung yang terletak di kecamatan Senduro. Biasanya, selain beribadah di Pura yang berada di lereng G. Semeru tersebut, mereka juga pergi ke Watu klosot dimana terdapat air suci yang keluar dari celah batu yang kemudian di alirkan melalui bambu.

Menurut seorang pemangku Pura Mandara Giri Semeru Agung, ada urutan mitologi mengenai sumber-sumber mata air yang di anggap suci di Lumajang. Di mulai dari kisah patung Arcapada, dimana patung ini adalah patung sepasang laki-laki dan perempuan. Mbah Sarjo menjelaskan bahwa Arcapada bisa diartikan sebagai adam dan hawa (dalam agama Islam maupun Kristen) dan sebagai Kamajaya dan Kamaratih (dalam kepercayaan orang Hindu). Di bawah Arcapada terdapat sumber air yang mirip dengan yang terdapat di Watu Klosot yang dinamai Sumber Mani. Bukan tanpa dasar mengapa sumber air ini dinamai Sumber Mani. Menurutnya, Adam dan Hawa atau Kamajaya dan Kamaratih memulai kehidupan dari Sumber Mani untuk melanjutkan kehidupan generasi selanjutnya. Sesuai dengan namanya, Sumber Mani. Mani adalah Sperma dimana dia lah awal mula adanya kehidupan. Oleh karena itu Sumber Mani adalah sumber air suci pertama yang letaknya paling tiggi, yang kemudian turun menjadi Ranu Kumbolo, Ranu Pani, Ranu Regulo, Watu Klosot dan terakhir di Selokambang.

Ranu kumbolo berada pada ketinggian 2400 mdpl, disini kondisi air sangat jernih. Biasanya para pendaki memanfaatkannya sebagai sumber air minum. Air di Ranu Kumbolo sangat jernih seperti di Sumber Mani, walau tanpa di masak air disini bisa langsung diminum.

Berbeda dengan Ranu Kumbolo, kondisi Ranu Pani dan Ranu Regulo sedikit memprihatinkan akhir-akhir ini. Pada akhir Desember 2009 kondisi air di Ranu Pani dan Regulo sedikit keruh. Entah apa penyebabnya, dan volume air pun terlihat berkurang.

Sedangkan di Selokambang, disana sumber airnya adalah yang cukup besar. Sumber air di Selokambang di manfaatkan sebagai kolam pemandian alam dengan air yang jernih dan dingin walaupun letaknya hanya sekitar 500 mdpl saja. Selain itu, selokambang juga merupakan sumber air bagi masyarakat Kabupaten Lumajang yang menggunakan saluran air PDAM.

Masih terjaganya sumber-sumber mata air yang terkenal di Lumajang dan beberapa bagi masyarakat Bali itu pun tak lepas dari terjaganya hutan-hutan G.Semeru dan sekitarnya. Masyarakat sekitar yang peduli akan kelangsungan sumber mata air ini merupakan sosok kearifan lokal masyarakat Lumajang yang mungkin masih jarang atau bahkan belum pernah di ekspose oleh media masa lainnya.
Walaupun ada juga kerusakan hutan di Lumajang,namun itu tak pernah terjadi di sekitar G.Semeru. Entah faktor apa yang membuat hutan-hutan di Semeru masih asri sehingga banyak pendaki mendaki ke Mahameru untuk menikmati alam Semeru yang asri dan masih kental akan mitologi dan budaya Hindu.

Seperti yang ditulis dalam lirik lagu Dewa 19 yang berjudul Mahameru, “.. Masihkah terbersit asa
Anak cucuku mencumbui pasirnya, Disana nyalimu teruji
Oleh ganas cengkraman hutan rimba..” mungkin itulah kata yang tepat untuk tetap menjaga kelestarian Alam ini. Masih ada harapan untuk tetap menjaga alam ini agar anak cucu kita tetap bisa menikmati seperti apa yang pernah kita nikmati.(bern™)

Dear all people who care with Nature !!!
Selamat Hari Air Sedunia !!!
special Quote : sedikit banyak air memberikan kehidupan dan bencana

jernih Ranu Kumbolo memantulkan keindahan alam Semeru.