Isu tentang Climates Change yang merupakan salah satu efek dari global warming sudah lama terdengar. Selama 25 tahun terakhir peningkatan suhu semakin tajam, yaitu sebesar 0,18 derajat Celcius per dekade. Keadaan ini tak semata-mata hanya berdampak pada mencairnya es di kutub utara maupun selatan. Namun dilain sisi, Perubahan iklim ini juga mulai berimbas kedalam kehidupan manusia.

 

Tak menentunya cuaca membuat nasib petani terombang-ambing. Misalnya, Banjir di beberapa wilayah di Kabupaten Jembrana, Bali, sejak Selasa (5/10), selain merendam ratusan rumah, juga mengancam petani gagal panen padi.Tentun saja hal ini menyebabkan menurunnya produktivitas petani di Jembrana dan tentu saja hal demikian ini tidak hanya terjadi di Jembrana. Jika ada lebih dari puluhan atau ratusan daerah penghasil padi yang mengalami hal serupa tentu saja akan mengancam ketahanan pangan nasional. Akibatnya adalah pemerintah harus mengeluarkan dollar lebih untuk melakukan import beras demi menjaga stabilitas harga beras di pasar.

 

Kemudian di Sumatra, ratusan hektare kebun kopi milik petani pada lima kecamatan di Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, mengalami gagal panen setelah tertimpa hujan es dan hujan abu  Gunung Api Dempo, Mei 2009 lalu. Sekilas sebagian orang menilai kegagalan panen ini hanya akibat bencana alam yang biasa. Luar biasanya ialah bagaimana bisa hujan es bisa sampai turun di daerah tropis. Walaupun memang di Indonesia ada salju abadi, itupun juga berada di puncak Cartenz pada ketinggian 4,884 mdpl. Padahal normalnya tembakau ditanam pada ketinggian 0-900 mdpl dengan suhu rata-rata 19-26.3 derjat celcius. Jika dipikir secara logika, hujan es tidak akan turun dalam keadaan demikian jika tidak disebabkan oleh perubahan cuaca yang ekstrim. Sedangkan luas areal perkebunan tembakau di Indonesia, diperkirakan hanya sekitar 207.020 hektar jika seperempatnya terkena imbas dari peubahan cuaca tentu saja akan memperparah kondisi perekonomian Indonesia. Tembakau adalah salah satu komoditi yang mampu membangun industri padat karya. Tembakau merupakan salah satu tulang punggung Indonesia dalam mengurangi pengangguran. Empat perusahaan terbesar berhasil mempekerjakan lebih dari ratusan ribu manusia Indonesia. PT. Djarum mampu mampu mempekerjakan 74.490 karyawan pada 2005. Bayangkan jika PT. Sampoerna Tbk, PT Gudang Garam Tbk dan PT. Bentoel Tbk paling tidak mempekerjakan jumlah manusia yang sama. Belum juga perusahaan-perusahaan rokok “Indie” . Tembakau juga turut serta menambah pundi-pundi devisa Indonesia melalui Ekspor rokok ke berbagai negara misal, Austria, Polandia, Prancis, Spanyol, Portugal, Turki, Belgia, Belanda, Luxemburg, Jerman, Brazil, Jepang, Malaysia, Kanada, dan USA. Selain itu sumbangan industri rokok terhadap APBN Indonesia juga tidak bisa dipandang sebelah mata. PT Djarum sendiri mampu menyumbang 6.99 milyar rupiah pada 2006 melalui cukai rokok dan itu belum termasuk cukai dan PPh perusahaan rokok lainnya. Bisa dibayangkan jika produktivitas para petani tembakau turun akibat perubahan iklim bisa menyebabkan hal yang sangat mengerikan. Mulai dari bertambahnya pengangguran sampai dengan turunnya APBN dan tentunya para perokok akan meradang dengan melangitnya harga rokok. Baik atau buruk? Baiknya, mungkin keadaan ini jika terjadi akan mampu menurunkan jumlah perokok dilain sisi ratusan ribu orang akan kelaparan akibat pengangguran yang luar biasa akibat perubahan cuaca. (bern™)

 

 

 

preferences :

  • wikipedia.com
  • bps.go.id
  • antaranews.com
  • tempointerakif.com
  • green.kompasiana.com